Langsung ke konten utama

Postingan

TUJUAN pokok dari menganut suatu agama

“ TUJUAN pokok dari menganut suatu agama adalah kita memperoleh kepastian berkaitan dengan Tuhan yang menjadi sumber dari keselamatan, seolah-olah kita bisa melihat wujud-Nya dengan mata kita.

MENGAPA Islam Ahmadiyah "mengutamakan" soal hidup dan matinya Nabi Isa a.s.?

ADA satu pertanyaan yang perlu dijawab yaitu mengapa Ahmadiyah “mengutamakan” soal hidup dan matinya Nabi Isa a.s.? Dosa yang sangat besar ialah syirik (menyekutukan Tuhan), sedang dari antara syirik yang bermacam-macam itu “pengakuan Allāh beranak” itu adalah merupakan syirik yang lebih besar. Allāh swt. berfirman: “Hampir semua langit itu pecah oleh karenanya dan bumi terbelah dan semua gunung itu runtuh berkeping-keping karena mereka mengaku bagi Yang Maha Pemurah mempunyai anak laki-laki” ( QS XIX—Maryam: 91 — 92 ) Maka untuk menghapuskan dosa yang maha dahsyat itu Allāh swt. telah menyebutkan keterangan-keterangan yang nyata dalam Al-Qur’ānu’l-Majīd, umpamanya Allāh swt. berfirman: (1) Isa a.s. itu hanya seorang rasul Allāh; (2) Sebagaimana rasul-rasul yang lain sudah wafat, maka beliau a.s. pun juga sudah wafat; (3) Selama dia hidup membutuhkan makan dan minum; (4) Dia telah diperanakkan oleh seorang perempuan (Maryam). (Lihat QS V—Al-Mā’idah: 70 ). Akan tetapi, karena pengaruh

Fatwa rokok dari pendiri Jamaah Muslim Ahmadiyah (5/9)

“MANUSIA dimungkinkan untuk dapat meninggalkan apa yang sudah menjadi kebiasaannya jika dia merupakan seorang mukmin yang benar. “Terdapat banyak orang di dunia yang telah berhasil meninggalkan kebiasaan-kebiasaan mereka terdahulu. “Terdapat sebagian orang yang terus-menerus meminum khamar sepanjang hidup, tetapi mereka meninggalkannya pada masa tua mereka dengan sekejap saja padahal meninggalkan suatu adat tertentu pada masa tua dapat menyebabkan berbagai macam penyakit. “Akan tetapi, mereka juga menjadi sembuh setelah merasa sakit sebentar karena meninggalkannya. “Aku melarang menghisap hookah dan mentakbirkannya sesuatu yang tidak boleh dilakukan, kecuali jika benda itu dibutuhkan untuk sesuatu yang penting. Sesungguhnya hal itu merupakan perbuatan yang sia-sia yang harus dijauhi manusia. (Majalah Badr, 28 Februari 1907, halaman 10)” _ penerjemah: Ibnu Abī ‘Iffat

Fatwa rokok dari pendiri Jamaah Muslim Ahmadiyah (4/9)

“SESUNGGUHNYA, tembakau tidak sama dengan khamar karena tidak mengarahkan manusia kepada kefasikan dan kedurjanaan. “Akan tetapi, membencinya dan menjauhkan diri darinya merupakan tuntutan ketakwaan karena keluar dari mulut penghisapnya bau yang tak sedap sebagaimana memasukkan dan mengeluarkan asap dari mulut merupakan pemandangan yang menjijikkan. “Seandainya tembakau ada pada zaman Ḥaḍrat Rasūlullāh saw., beliau tidak akan mentoleransi penggunaannya. Sesungguhnya hal itu adalah perbuatan yang absurd dan tidak berfaedah. “Hanya saja, kita tidak menggolongkannya ke dalam benda-benda yang memabukkan. Seandainya benda itu digunakan untuk penyembuhan, kita tidak melarangnya. Adapun selainnya, hal itu hanyalah membuang-buang uang. Seorang yang memiliki kesehatan yang baik adalah dia yang semata-mata tidak menetapi sesuatu seperti ini. (Majalah Badr, 3 April 1903, halaman 83)” _ penerjemah: Ibnu Abī ‘Iffat

Fatwa rokok dari pendiri Jamaah Muslim Ahmadiyah (3/9)

Pendiri Jamaah Muslim Ahmadiyyah Mirza Ghulam Ahmad a.s. bersama putera beliau Sahibzada  Mirza Syarif Ahmad r.a. SUATU kali dibacakan di majlis Ḥaḍrat al-Masīḥ al-Mau‘ūd a.s. sebuah selebaran berbahasa Inggris mengenai kemuḍaratan-kemuḍaratan tembakau. Di dalamnya terdapat keterangan bahwa penggunaan tembakau merupakan sebab segala penyakit dan di dalamnya juga terdapat bahasa-bahasa hiperbolik dalam menjelek-jelekkan tembakau. Lantas, Ḥaḍrat al-Masīḥ al-Mau‘ūd a.s. bersabda: “Lihatlah perbedaan yang luas antara firman Allāh dan perkataan makhluk! Sesungguhnya Allāh Ta‘ālā, ketika menjelaskan kemudharatan-kemudharatan suatu benda, Dia juga menyebutkan manfaat-manfaatnya bersamaan dengannya karena tidak ada satupun benda yang sama sekali tidak didapati beberapa manfaat di dalamnya. “Akan tetapi, lihatlah ilmu-ilmu manusia! “Mereka berlebih-lebihan dalam menjelaskan kemuḍaratan-kemuḍaratan sebagian benda seperti ketika mereka sama sekali tidak menyebutkan sedikitpu

Fatwa rokok dari pendiri Jamaah Muslim Ahmadiyah (2/9)

Pendiri Jamaah Muslim Ahmadiyyah Mirza Ghulam Ahmad a.s. bersama putera beliau Sahibzada  Mirza Syarif Ahmad r.a. “KITA tidak menggolongkan tembakau ke dalam benda-benda yang memabukkan. “ Akan tetapi, menghisapnya merupakan sebuah perbuatan yang sia-sia. “ Allāh Ta‘ālā telah berfirman mengenai keadaan orang-orang mukmin: « وَالَّذِيْنَ هُمْ عَنِ اللَّغْوِ مُعْرِضُوْنَ — ‘Mereka adalah orang-orang yang berpaling dari kesia-siaan . ’ » “ Hanya saja, jika seorang dokter mensifatinya sebagai sarana kesembuhan bagi seseorang, tidak ada yang dapat melarang pemakaiannya. “ Adapun penghisapannya seperti biasa, hal itu sia-sia dan kemubadziran belaka. “ Seandainya benda itu ada pada zaman Ḥaḍrat Rasūlullāh saw . , beliau tentu akan membencinya dan tidak akan menyukainya bagi para Sahabat r . a. . ( Majalah al-Ḥakam , 24 Maret 1903, h a l a m an 7 ; penerjemah: Ibnu Abī ‘Iffat; http://nafirizaman.blogspot.com/2015/02/fatwa-fatwa-hadrat-al-masih-al-mauudas.html)”

Fatwa rokok dari pendiri Jamaah Muslim Ahmadiyah (1/9)

Pendiri Jamaah Muslim Ahmadiyah Hadhrat Mirza Ghulam Ahmad a.s. Ḥaḍrat al-Masīḥ al-Mau‘ūd a.s. bersabda: “TERDAPAT dalam ḥadīts ‘« من حسن إسلام المرء تركه ما لا يعنيه » Salah satu keindahan Islam adalah bahwa dia meninggalkan apa yang tidak memberinya manfaat.’ “Kelor, hookah, tembakau (rokok), opium, dan lain sebagainya termasuk dalam kategori ini. “Penjauhan diri seseorang dari benda-benda ini menjadikan hidupnya sangat mudah bahkan seandainya kita mempersepsikan bahwa benda-benda ini tidak memiliki kemuḍaratan sedikitpun selain bahwa benda-benda ini memasukkan manusia kepada cobaan yang dahsyat dan kesulitan-kesulitan yang besar.