Langsung ke konten utama

MENGAPA Islam Ahmadiyah "mengutamakan" soal hidup dan matinya Nabi Isa a.s.?

ADA satu pertanyaan yang perlu dijawab yaitu mengapa Ahmadiyah “mengutamakan” soal hidup dan matinya Nabi Isa a.s.?

Dosa yang sangat besar ialah syirik (menyekutukan Tuhan), sedang dari antara syirik yang bermacam-macam itu “pengakuan Allāh beranak” itu adalah merupakan syirik yang lebih besar.

Allāh swt. berfirman: “Hampir semua langit itu pecah oleh karenanya dan bumi terbelah dan semua gunung itu runtuh berkeping-keping karena mereka mengaku bagi Yang Maha Pemurah mempunyai anak laki-laki” (QS XIX—Maryam: 9192)

Maka untuk menghapuskan dosa yang maha dahsyat itu Allāh swt. telah menyebutkan keterangan-keterangan yang nyata dalam Al-Qur’ānu’l-Majīd, umpamanya Allāh swt. berfirman:

(1) Isa a.s. itu hanya seorang rasul Allāh;
(2) Sebagaimana rasul-rasul yang lain sudah wafat, maka beliau a.s. pun juga sudah wafat;
(3) Selama dia hidup membutuhkan makan dan minum;
(4) Dia telah diperanakkan oleh seorang perempuan (Maryam). (Lihat QS V—Al-Mā’idah: 70).

Akan tetapi, karena pengaruh fanatik Nasrani dan oleh karena salah faham tentang beberapa ayat Al-Qur’ānul-Majīd dan hadits-hadits Nabi saw. maka kebanyakan orang Islam terpengaruh dalam hal itu dan mereka itu mengakukan bahwa Nabi Isa a.s. masih hidup di langit.

Oleh karena pengakuan bahwa Allāh swt. beranak itu berdasarkan kepada hidupnya Isa a.s. dan sudah berkobar-kobar dengan hebatnya di masa sekarang, maka Allāh swt. mengutus Ḥaḍrat Aḥmad a.s. untuk menyatakan apa yang benar dan untuk merobohkan pengakuan yang maha salah itu.

Nabi Muḥammad saw. juga telah bersabda: “Wa yaksiru’ṣ-ṣalib” (HR Al-Bukhārī dan Muslim), yakni Al-Masih Yang Dijanjikan itu akan memecahkan salib dan akan menyatakan kesalahan orang-orang Nasrani.

Pendiri Jamaah Muslim Ahmadiyah Ḥaḍrat Aḥmad a.s. telah menyatakan bahwa Isa a.s. sudah wafat dengan ajalnya karena beliau adalah salah seorang rasul dari antara para rasul yang telah diutus oleh Allāh swt. sebagaimana para rasul yang lain sudah wafat, begitu juga Nabi Isa a.s. pun sudah wafat.

Berdasarkan kenyataan ini pengakuan orang-orang Nasrani itu sudah batal dan asasnya berupa salib sudah roboh. Inilah sebabnya orang-orang Ahmadiyah senantiasa mengemukakan masalah wafatnya Nabi Isa a.s..

Di Malaysia, ada sebuah buku berjudul “Perisai Orang Beriman” di dalamnya tertulis pernyataan, “Dan Allāh swt. amat kuasa membangkitkan dia dan mengutus dia dengan keadaan hal yang menyalahi adat yang biasa.” Demikiankah?

Kalau Nabi Isa a.s. benar-benar akan dibangkitkan, mestinya lebih baik Nabi Muhammad saw. saja yang dibangkitkan, karena beliau saw. itu penghulu semua para Nabi.

Allāh swt. memang Maha Kuasa, akan tetapi ayat Al-Qur’ānu’l-Majīd dan Ḥadīts mana yang menyatakan bahwa kekuasaan Allāh swt. berlaku untuk menghidupkan Nabi Isa a.s. sekali lagi?

Di samping Allāh swt. itu adalah Maha Kuasa, Dia juga sanggup menjadikan beribu-ribu manusia seperti Nabi Isa a.s., maka apakah gunanya Nabi Isa a.s. ‘disimpan’ sampai sekarang?

_
Dikutip dari buku Penjelasan Ahmadiyah, karya Almarhum Maulana Muhammad Shadiq bin Barkatullah, terbitan PB Jemaat Ahmadiyah Indonesia, tahun 2014

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Syarat-syarat Baiat ke dalam Jemaat Islam Ahmadiyah

PENDIRI Suci Ahmadiyah Hadhrat Mirza Ghulam Ahmad (Imam Mahdi & Isa Almasih Yang Dijanjikan) a.s., pada tanggal 23 Maret 1889, telah menetapkan 10 Syarat Baiat atau Masuk dan mengikat janji/ikrar kesetiaan ke dalam Jemaat Islam Ahmadiyah yang isinya adalah sebagai berikut: 1. Di masa yang akan datang hingga masuk ke dalam kubur senantiasa akan menjauhi syirik. 2. Akan senantiasa menghindarkan diri dari segala corak bohong, zina, pandangan birahi terhadap bukan muhrim, perbuatan fasiq, kejahatan, aniaya, khianat, mengadakan huru-hara, dan memberontak serta tidak akan dikalahkan oleh hawa nafsunya meskipun bagaimana juga dorongan terhadapnya. 3. Akan senantiasa mendirikan salat lima waktu semata-mata karena mengikuti perintah Allah Ta’ala dan Rasul-Nya, dan dengan sekuat tenaga akan senantiasa mendirikan shalat Tahajud, dan mengirim selawat kepada Junjungannya Yang Mulia Rasulullah saw. dan memohon ampun dari kesalahan dan mohon perlindungan dari dosa/kelemahan-manusiawi; akan ingat

Ḥaḍrat Masīḥ Mau‘ūd a.s. ‘adzan dan mengimami Ṣalāt

Dikutip dari LB HAKṢALCIS | №. 001/1—7 TABLIGH 1400 HS  (Lembaran Berkala Hari Kesadaran Ṣalāt Majelis Cabang Cisalada). ḤAḌRAT Mian Abdullah Sanauri r.a. menceritakan kepada saya (Mirza Bashir Ahmad r.a.): “Pada masa-masa permulaan, Ḥaḍrat Masīḥ Mau‘ūd a.s. (Ḥaḍrat Ṣāḥib) sendiri yang biasanya ‘adzan dan beliau sendiri yang menjadi imam.”