Langsung ke konten utama

Fatwa rokok dari pendiri Jamaah Muslim Ahmadiyah (8/9)

Masih terkait tentang rokok. Ḥaḍrat Masīḥ Mau‘ūd a.s. bersabda:

“BANYAK orang tidak menyadari hakikat bai’at. Ingatlah! Sesungguhnya Anda telah bertaubat pada hari ini dengan mengakui dosa-dosa Anda yang silam di hadapan Allāh Ta‘ālā.

“Anda telah berjanji untuk tidak mendatangi lagi dosa kecil maupun dosa besar pada masa mendatang.

“Inilah janji dan ikrar yang Anda ikat kepada Allāh di atas tanganku. Oleh karena itu, Anda wajib menjauhkan diri Anda dari dosa-dosa ini sebisa usaha dan akal Anda sesuai dengan janji dan ikrar Anda.

“Hal itu disebabkan bahwa janji ini memiliki dua efek. Siapa beramal dengannya, Allāh akan mewariskan karunia-karunia-Nya di kehidupan ini dan menurunkan rahmat-Nya sesuai dengan janji-Nya.

“Adapun dia yang melanggar perjanjian ini dan membatalkan ikrar ini, dia berhak mendapatkan azab Allāh karena pembatalannya akan janjinya dan ikrarnya ada beserta Allāh, yakni dia berbuat buruk kepada-Nya.

“Anda melihat di dunia bahwa dia yang membatalkan perjanjiannya dikutuk dan dihukum dengan kejahatan membatalkan perjanjian.

“Oleh karena itu, ikrar Anda pada hari Jum’at ini untuk menjauhkan diri Anda dari dosa-dosa merupakan sebuah perjanjian yang besar karena bisa menjadi asas bagi rahmat atau azab.

“Jika seseorang meninggalkan semua hal yang telah menjadi kebiasaannya yang mengantarkannya kepada kemaksiatan terhadap-Nya dan kemurkaan-Nya ini demi mengharap wajah Allāh, dia berhak mendapatkan rahmat yang besar.

“Sesungguhnya memperbaiki kebiasaan-kebiasaan merupakan sebuah perkara yang sangat sulit bagi para penyalah guna opium, khamar, kedustaan, dan kebiasaan-kebiasaan lain.

“Perkara ini tidaklah mudah, kecuali bagi dia yang dilingkupi karunia Allāh. Demikian juga, siapa memiliki kebiasaan melakukan suatu kemaksiatan dalam jangka waktu yang lama dari usianya, dia akan menjadi sangat susah untuk meninggalkannya seperti susahnya meninggalkan opium, marijuana, dan morfin bagi orang yang menyalahgunakannya.

“Seseorang tidak mungkin dapat meninggalkan kebiasaannya dengan tanpa merasa sakit.

“Akan tetapi, jika dia memikul rasa sakit itu, dia akan mampu meninggalkannya dan meraih kelegaan.

“Kemudian, terdapat lagi satu kesukaran lain bahwa siapa menyalahgunakan opium, khamar, dan benda-benda memabukkan lainnya tidak akan disukai oleh keluarganya dan mereka menghendakinya untuk meninggalkannya.

“Karena, selama dia menyalahgunakan benda-benda yang memabukkan ini, dia menjadi lupa akan tanggungan hidupnya dan menjadi malas darinya.

“Oleh karena itu, keluarganya, anak-anaknya, dan orang-tuanya menjadi murka dan berusaha sekuat tenaga supaya dia meninggalkannya. (Al-Fatāwā al-Aḥmadiyyah 2/59-61)”

_
penerjemah: Ibnu Abī ‘Iffat

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Syarat-syarat Baiat ke dalam Jemaat Islam Ahmadiyah

PENDIRI Suci Ahmadiyah Hadhrat Mirza Ghulam Ahmad (Imam Mahdi & Isa Almasih Yang Dijanjikan) a.s., pada tanggal 23 Maret 1889, telah menetapkan 10 Syarat Baiat atau Masuk dan mengikat janji/ikrar kesetiaan ke dalam Jemaat Islam Ahmadiyah yang isinya adalah sebagai berikut: 1. Di masa yang akan datang hingga masuk ke dalam kubur senantiasa akan menjauhi syirik. 2. Akan senantiasa menghindarkan diri dari segala corak bohong, zina, pandangan birahi terhadap bukan muhrim, perbuatan fasiq, kejahatan, aniaya, khianat, mengadakan huru-hara, dan memberontak serta tidak akan dikalahkan oleh hawa nafsunya meskipun bagaimana juga dorongan terhadapnya. 3. Akan senantiasa mendirikan salat lima waktu semata-mata karena mengikuti perintah Allah Ta’ala dan Rasul-Nya, dan dengan sekuat tenaga akan senantiasa mendirikan shalat Tahajud, dan mengirim selawat kepada Junjungannya Yang Mulia Rasulullah saw. dan memohon ampun dari kesalahan dan mohon perlindungan dari dosa/kelemahan-manusiawi; akan ingat

Ḥaḍrat Masīḥ Mau‘ūd a.s. ‘adzan dan mengimami Ṣalāt

Dikutip dari LB HAKṢALCIS | №. 001/1—7 TABLIGH 1400 HS  (Lembaran Berkala Hari Kesadaran Ṣalāt Majelis Cabang Cisalada). ḤAḌRAT Mian Abdullah Sanauri r.a. menceritakan kepada saya (Mirza Bashir Ahmad r.a.): “Pada masa-masa permulaan, Ḥaḍrat Masīḥ Mau‘ūd a.s. (Ḥaḍrat Ṣāḥib) sendiri yang biasanya ‘adzan dan beliau sendiri yang menjadi imam.”

MENGAPA Islam Ahmadiyah "mengutamakan" soal hidup dan matinya Nabi Isa a.s.?

ADA satu pertanyaan yang perlu dijawab yaitu mengapa Ahmadiyah “mengutamakan” soal hidup dan matinya Nabi Isa a.s.? Dosa yang sangat besar ialah syirik (menyekutukan Tuhan), sedang dari antara syirik yang bermacam-macam itu “pengakuan Allāh beranak” itu adalah merupakan syirik yang lebih besar. Allāh swt. berfirman: “Hampir semua langit itu pecah oleh karenanya dan bumi terbelah dan semua gunung itu runtuh berkeping-keping karena mereka mengaku bagi Yang Maha Pemurah mempunyai anak laki-laki” ( QS XIX—Maryam: 91 — 92 ) Maka untuk menghapuskan dosa yang maha dahsyat itu Allāh swt. telah menyebutkan keterangan-keterangan yang nyata dalam Al-Qur’ānu’l-Majīd, umpamanya Allāh swt. berfirman: (1) Isa a.s. itu hanya seorang rasul Allāh; (2) Sebagaimana rasul-rasul yang lain sudah wafat, maka beliau a.s. pun juga sudah wafat; (3) Selama dia hidup membutuhkan makan dan minum; (4) Dia telah diperanakkan oleh seorang perempuan (Maryam). (Lihat QS V—Al-Mā’idah: 70 ). Akan tetapi, karena pengaruh