Langsung ke konten utama

syahadat Ahmadiyah (aka. aqidah Islam dan Iman-nya Ahmadiyah)

DENGAN karunia Allah swt., para Ahmadi atau pemeluk Islam Ahmadiyah adalah orang-orang yang beragama Islam, kami mempunyai keyakinan bahwa agama Islam itulah satu agama yang sempurna yang tidak akan dimansukhkan lagi sampai hari Qiamat. Siapa saja yang tidak mengikuti Islam, maka kepercayaannya tidak benar dan agamanya yang lain itu tidak akan dikabulkan.

Allah swt. berfirman:
"Dan, siapa saja yang memilih selain Islam sebagai agama, maka darinya tidak diterima dan di Akhirat termasuk orang-orang yang merugi." (QS [Âli ‘Imrân] 3:86)

Alquran Majid adalah firman Allah yang suci dan Sayyidina Muhammad saw. adalah berpangkat Khâtaman-Nabiyyîn. Tidak ada kitab (syari’at) baru lagi atau Nabi yang membawa agama baru sesudah beliau itu.

Rukun Islam kami ada lima perkara:
1. Mengucapkan dua Kalimah Syahadat, yaitu:
"Aku menyaksikan bahwa tiada Tuhan yang berhak disembah, kecuali Allah; dan saya menyaksikan bahwa Muhammad itu pesuruh Allah."

2. Mendirikan Shalat lima waktu dalam sehari-semalam.

3. Berpuasa pada bulan Ramadhan.
4. Membayar Zakat kalau sudah cukup nishab.
5. Naik haji ke Mekkah Al-Mukarramah kalau mampu.

Demikian juga Rukun Iman kami ada enam perkara:
1. Percaya kepada Allah.
2. Percaya kepada para Malaikat-Nya.
3. Percaya kepada Kitab-kitab-Nya.
4. Percaya kepada Rasul-rasul-Nya.
5. Percaya kepada Hari Qiamat.
6. Percaya kepada Taqdir Allah.

Inilah kepercayaan kami secara ringkas.[]

Lihat:
Maulana Muhammad Shadiq bin Barkatullah Al-Mubasysyir Al-Islamiy Al-Ahmadiy. Penerangan Ahmadiyah.
"Pasal Pertama: Aqidah Ahmadiyah". Selangor (1955): Jemaat Ahmadiyah Malaysia.

-------oooOooo-------

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Syarat-syarat Baiat ke dalam Jemaat Islam Ahmadiyah

PENDIRI Suci Ahmadiyah Hadhrat Mirza Ghulam Ahmad (Imam Mahdi & Isa Almasih Yang Dijanjikan) a.s., pada tanggal 23 Maret 1889, telah menetapkan 10 Syarat Baiat atau Masuk dan mengikat janji/ikrar kesetiaan ke dalam Jemaat Islam Ahmadiyah yang isinya adalah sebagai berikut: 1. Di masa yang akan datang hingga masuk ke dalam kubur senantiasa akan menjauhi syirik. 2. Akan senantiasa menghindarkan diri dari segala corak bohong, zina, pandangan birahi terhadap bukan muhrim, perbuatan fasiq, kejahatan, aniaya, khianat, mengadakan huru-hara, dan memberontak serta tidak akan dikalahkan oleh hawa nafsunya meskipun bagaimana juga dorongan terhadapnya. 3. Akan senantiasa mendirikan salat lima waktu semata-mata karena mengikuti perintah Allah Ta’ala dan Rasul-Nya, dan dengan sekuat tenaga akan senantiasa mendirikan shalat Tahajud, dan mengirim selawat kepada Junjungannya Yang Mulia Rasulullah saw. dan memohon ampun dari kesalahan dan mohon perlindungan dari dosa/kelemahan-manusiawi; akan ingat

Ḥaḍrat Masīḥ Mau‘ūd a.s. ‘adzan dan mengimami Ṣalāt

Dikutip dari LB HAKṢALCIS | №. 001/1—7 TABLIGH 1400 HS  (Lembaran Berkala Hari Kesadaran Ṣalāt Majelis Cabang Cisalada). ḤAḌRAT Mian Abdullah Sanauri r.a. menceritakan kepada saya (Mirza Bashir Ahmad r.a.): “Pada masa-masa permulaan, Ḥaḍrat Masīḥ Mau‘ūd a.s. (Ḥaḍrat Ṣāḥib) sendiri yang biasanya ‘adzan dan beliau sendiri yang menjadi imam.”

MENGAPA Islam Ahmadiyah "mengutamakan" soal hidup dan matinya Nabi Isa a.s.?

ADA satu pertanyaan yang perlu dijawab yaitu mengapa Ahmadiyah “mengutamakan” soal hidup dan matinya Nabi Isa a.s.? Dosa yang sangat besar ialah syirik (menyekutukan Tuhan), sedang dari antara syirik yang bermacam-macam itu “pengakuan Allāh beranak” itu adalah merupakan syirik yang lebih besar. Allāh swt. berfirman: “Hampir semua langit itu pecah oleh karenanya dan bumi terbelah dan semua gunung itu runtuh berkeping-keping karena mereka mengaku bagi Yang Maha Pemurah mempunyai anak laki-laki” ( QS XIX—Maryam: 91 — 92 ) Maka untuk menghapuskan dosa yang maha dahsyat itu Allāh swt. telah menyebutkan keterangan-keterangan yang nyata dalam Al-Qur’ānu’l-Majīd, umpamanya Allāh swt. berfirman: (1) Isa a.s. itu hanya seorang rasul Allāh; (2) Sebagaimana rasul-rasul yang lain sudah wafat, maka beliau a.s. pun juga sudah wafat; (3) Selama dia hidup membutuhkan makan dan minum; (4) Dia telah diperanakkan oleh seorang perempuan (Maryam). (Lihat QS V—Al-Mā’idah: 70 ). Akan tetapi, karena pengaruh