Dikutip dari LB HAKṢALCIS | №. 001/1—7 TABLIGH 1400 HS (Lembaran Berkala Hari Kesadaran Ṣalāt Majelis Cabang Cisalada).
“Pada masa-masa permulaan, Ḥaḍrat Masīḥ Mau‘ūd a.s. (Ḥaḍrat Ṣāḥib) sendiri yang biasanya ‘adzan dan beliau sendiri yang menjadi imam.”
Saya (Mirza Bashir Ahmad) menjelaskan bahwa belakangan Ḥaḍrat Maulwi Abdul Karim [r.a.] yang telah ditetapkan sebagai imam ṣalāt. Dan kami dengar bahwa sebenarnya Ḥaḍrat Ṣāḥib telah menunjuk Ḥaḍrat Maulwi Nuruddin sebagai imam tetapi Maulwi Nuruddin menunjuk Maulwi Abdul Karim. Demikianlah, Maulwi Abdul Karim tetap menjadi imam sampai beliau wafat pada tahun 1905.
Ḥaḍrat Ṣāḥib biasanya berdiri di sebelah kanan Maulwi Abdul Karim. Sedangkan ma’mum lainnya di belakang. Kalau Maulwi Abdul Karim tidak ada dan juga setelah kewafatan beliau maka yang menjadi imam adalah Maulwi Nuruddin.
Mengenai Ṣalāt Jum‘at, pada masa-masa permulaan dan kadang-kadang di masa-masa akhir hayat Ḥaḍrat Masīḥ Mau‘ūd a.s. ketika kesehatan beliau membaik, Ṣalāt Jum‘at diselenggarakan di mesjid besar yang sekarang disebut oleh orang-orang sebagai Masjid Aqṣa. Dan yang menjadi imam adalah Maulwi Abdul Karim.
Belakangan, ketika kondisi kesehatan Ḥaḍrat Ṣāḥib menurun maka untuk Ḥaḍrat Ṣāḥib, Ṣalāt Jum’at dipimpin oleh Maulwi Abdul Karim di Masjid Mubarak. Sedangkan di mesjid besar (Masjid Aqṣa) Ṣalāt Jum‘at dipimpin oleh Maulwi Nuruddin.
Setelah kewafatan Maulwi Abdul Karim, yang menjadi imam Ṣalāt Jum‘at di Masjid Mubarak adalah Maulwi Muhammad Ahsan Ṣāḥib. Dan jika beliau tidak ada maka yang menjadi imam [Ṣalāt] Jum‘at adalah Maulwi Sayyid Muhammad Sarwar Syah. Sedangkan di Masjid Aqṣa yang menjadi imam tetap Maulwi Nuruddin. Sampai masa kewafatan Ḥaḍrat Ṣāḥib, demikianlah yang berlaku.
Ṣalāt ‘Īd, umumnya diimami oleh Maulwi Abdul Karim. Dan, sesudah [kewafatan] beliau maka yang menjadi imam Ṣalāt ‘Īd adalah Maulwi Nuruddin.
Untuk Ṣalāt Jenazah, jika Ḥaḍrat Ṣāḥib turut hadir maka beliau sendirilah yang memimpin ṣalāt.
_
Referensi:
Mirza Bashir Ahmad, M.A., Sīratul-Mahdī Jilid I. Aḥmadiyyah Kutub Khānah Qādiyān, 1923, halaman 144—145, “riwayat nomor 151”; penerjemah: MI—Kemang, 16 Desember 2000; penyunting-ulang: Rahmat Ali—Cisalada, 3 Feberuari 2021.
Komentar