Langsung ke konten utama

Fatwa rokok dari pendiri Jamaah Muslim Ahmadiyah (1/9)

rokok fatwa tentang Pendiri Jamaah Muslim Ahmadiyah
Pendiri Jamaah Muslim Ahmadiyah
Hadhrat Mirza Ghulam Ahmad a.s.
Ḥaḍrat al-Masīḥ al-Mau‘ūd a.s. bersabda:

“TERDAPAT dalam ḥadīts ‘« من حسن إسلام المرء تركه ما لا يعنيه » Salah satu keindahan Islam adalah bahwa dia meninggalkan apa yang tidak memberinya manfaat.’

“Kelor, hookah, tembakau (rokok), opium, dan lain sebagainya termasuk dalam kategori ini.

“Penjauhan diri seseorang dari benda-benda ini menjadikan hidupnya sangat mudah bahkan seandainya kita mempersepsikan bahwa benda-benda ini tidak memiliki kemuḍaratan sedikitpun selain bahwa benda-benda ini memasukkan manusia kepada cobaan yang dahsyat dan kesulitan-kesulitan yang besar.


“Sebagai contoh, jika seseorang dipenjarakan dan dia hanya mendapati roti dalam penjara itu, tetapi dia tidak mendapatkan morfin, opium, atau hal-hal lain yang menyerupai keduanya atau seandainya dia pergi ke suatu tempat yang mirip dengan penjara, hal itu juga tetap akan membuatnya menderita suatu penderitaan yang luar biasa.

“Seseorang hendaknya tidak menghancurkan kesehatannya sendiri demi suatu kepuasan yang remeh-temeh.

“Betapa mengerikannya hukum syariat ketika dia mentakbirkan benda-benda yang berbahaya ini membawa kemuḍaratan juga bagi keimanan dan di atasnya terdapat khamar.

“Tidak ada keraguan bahwa terdapat permusuhan antara benda-benda yang memabukkan dan ketakwaan.

“Salah satu yang terbesar dalam merusak adalah opium karena kerusakan yang dibuatnya lebih dahsyat secara medis daripada khamar, yakni menghancurkan segala kekuatan yang manusia diciptakan dengannya.”

(Majalah Badr, 10 Oktober 1902, halaman 3; penerjemah: Ibnu Abī ‘Iffat; http://nafirizaman.blogspot.com/2015/02/fatwa-fatwa-hadrat-al-masih-al-mauudas.html)

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Syarat-syarat Baiat ke dalam Jemaat Islam Ahmadiyah

PENDIRI Suci Ahmadiyah Hadhrat Mirza Ghulam Ahmad (Imam Mahdi & Isa Almasih Yang Dijanjikan) a.s., pada tanggal 23 Maret 1889, telah menetapkan 10 Syarat Baiat atau Masuk dan mengikat janji/ikrar kesetiaan ke dalam Jemaat Islam Ahmadiyah yang isinya adalah sebagai berikut: 1. Di masa yang akan datang hingga masuk ke dalam kubur senantiasa akan menjauhi syirik. 2. Akan senantiasa menghindarkan diri dari segala corak bohong, zina, pandangan birahi terhadap bukan muhrim, perbuatan fasiq, kejahatan, aniaya, khianat, mengadakan huru-hara, dan memberontak serta tidak akan dikalahkan oleh hawa nafsunya meskipun bagaimana juga dorongan terhadapnya. 3. Akan senantiasa mendirikan salat lima waktu semata-mata karena mengikuti perintah Allah Ta’ala dan Rasul-Nya, dan dengan sekuat tenaga akan senantiasa mendirikan shalat Tahajud, dan mengirim selawat kepada Junjungannya Yang Mulia Rasulullah saw. dan memohon ampun dari kesalahan dan mohon perlindungan dari dosa/kelemahan-manusiawi; akan ingat ...

Fatwa rokok dari pendiri Jamaah Muslim Ahmadiyah (7/9)

“PENDAPAT bahwa orang-orang kafir merasakan kepuasan dengan kelegaan yang hakiki temasuk dalam kesalahan. “Sesungguhnya orang-orang yang berpendapat demikian tidak menyadari bagaimana orang-orang ini telah menjadi budak khamar dan benda-benda yang memabukkan lainnya. “Betapa banyak di antara mereka yang kekuatannya menjadi lemah. Seandainya mereka memiliki ketenangan dan ketentraman, mengapa mereka melakukan bunuh diri? “Sesungguhnya seorang mukmin tidak akan pernah selamanya melakukan bunuh diri. “Hal yang masyhur dari khamar dan benda-benda yang memabukkan lainnya adalah bahwa ia dapat memberikan kekuatan lahiriah. “Akan tetapi, hal yang paling besar dalam memberikan kekuatan dan mendatangkan kelegaan dan ketentraman adalah iman yang tulus. “Seorang mukmin adalah dia yang Allāh berfirman mengenainya: وَلِمَنْ خَافَ مَقَامَ رَبِّهِ جَنَّتَانِ “Terdapat dua surga bagi dia yang takut akan kedudukan Tuhannya. (Majalah al-Ḥakam, 17 Agustus 1902, halaman 6)” _ penerjemah...

wahyu Allāh yang pertama

Pendiri suci jemaah muslim Aḥmadiyyah Ḥaḍrat Mirzā Ghulām Aḥmad—Imam Mahdi-dan-Masīḥ Mau’ūd a.s. menulis: Foto pendiri jemaah muslim Ahmadiyah ini dikopi dari arsip Dewan Naskah JAI.  “SAYA berusia 34 atau 35 tahun ketika ayah wafat. Dalam sebuah rukya, saya telah diberitahukan mengenai hal ini bahwa ajal beliau sudah dekat. Saat itu beliau berada di Lahore dan sedang bergegas kembali ke Qadian. “Beliau sedang menderita sakit disentri, tetapi saya tidak mengira bahwa beliau akan wafat keesokan harinya. Nyatanya, pada saat itu sudah ada perbaikan dalam kondisinya dan kelihatannya beliau cukup sehat. Keesokan harinya, kami semua sedang bersama beliau pada siang hari ketika beliau meminta dengan halus agar saya pergi beristirahat karena saat itu bulan Juni dan udara sedang panas sekali. “Saya beristirahat ke kamar atas dan seorang khaddim memijat kaki saya. Tak lama, saya terlena ringan dan turun wahyu (bahasa Arab): وَ السّمَآءِ وَ الطّارِقِ «wa’s-samā’i wa'ṭ-ṭāriq» ...